Senin, 21 April 2014

Sepatu Gunung Murah


Bagi sebagian orang yang hobi naik gunung mungkin uang bukan masalah. Namun bagi sebagian yang lain masih harus berhitung beberapa kali untuk membelanjakan uang demi perlengkapan naik. Saya memang bukan pecinta alam yang ikut organisasi resmi, namun saya lebih ke traveller yang memang sekali waktu naik gunung. Berbicara kenyamanan naik gunung, sepatu memang layak untuk dibahas karena manfaatnya dan banyaknya varian yang bisa di pilih sesuai yang kita inginkan. 

penampakan sepatu

Sebagian orang memang lebih senang mengenakan sandal, namun saya pribadi lebih memilih bersepatu karena jelas lebih aman dan nyaman untuk kaki. Sepatu gunung yang ada di toko outdoor memang banyak pilihan dan mantap. Namun bagi saya pribadi masuk toko outdoor dan memilah-milah sepatu sedikit membuat "sesak nafas" karena harganya. 

Bagaimana tidak, sepatu seharga kisaran 500rb memang lumayan oke, namun jauh dari kesan ramah di kantong. Mungkin ada yang akan bilang, "hobi itu emang butuh biaya men..." | iya sih, tapi kalo bisa kurang dari itulah..bukan tidak mampu beli, namun masih tinggi nomonal itu untuk sekedar sepatu yang tidak saya pakai tiap harinya untuk mendukung pekerjaan. Kalo itu saya pakai bekerja tiap hari dan memang sesuai yang saya butuhkan, pasti saya tebus. 

Cukup curhatnya, dari latar belakang tersebut saya cari opsi lain yang lebih ramah kantong. Di salah satu forum online ada 2 sepatu gunung yang ekonomis namun dengan spek yang lumayan, tidak sama memang dengan yang harga wow tadi. Namun jelas saya butuh yang dibawah itu. Dua merek tersebut adalah "Garsel" dan "Trekking". Semuanya adalah produk lokal Jawa Barat. Secara bahan dan kekuatan serta model sudah "masuk". 

Cocok dengan kategori travel atau adventure, namun harga berada di kisaran 200-300rb, angka yang masih bersahabat. Setelah menimbang-nimbang saya putuskan untuk memilih Trekking, kali ini yang saya ambil seri Tampomas 02. Dari beberapa lapak online dapetlah harga 220rb untuk sepatunya dan total sama ongkirnya jadi 250rb. 


cerukannya kurang dalam
Akhirnya, jadi juga punya sepatu gunung yang sejak lama jadi impian, Alhamdulillah. Dari segi model dan kekuatan lumayanlah sodah terjahit dengan kuat solnya. Pertama kali test drive, test hiking adalah perjalanan naik ke gunung api purba Nglanggeran di Patuk, Gunung Kidul. Apakah nyaman? Tentu saja, sepatu masih baru dan saya memang mengambil ukuran 1 tingkat diatas ukuran sepatu yang biasa saya pakai. 

Karena untuk medan gunung, sepatu harus menyisakan sedikit space untuk pergerakan ujung jari kalau tak mau kukunya luka atau kesakitan ketika turun gunung. 


Bagaimana ketahanan dalam waktu lama? itu nanti akan terjawab ketika sudah cukup berumur.

Bagaimana jika untuk basah-basahan? Kebetulan pulang dari naik ke Gunung Api Purba kemaren pulangnya motoran dan kehujanan sampai Solo, walhasil sepatu basah kuyup dan sampai menampung air dalamnya. Bahan kulit ketika basah dan dijemur maka bisa dipastikan bakal jadi keras dan gampang pecah-pecah. 

Solusinya adalah mengeringkannya tanpa dijemur, memang akan memakan waktu cukup lama namun lebih baik begitu daripada menyesal karena kulit akan menjadi kaku dan rusak. Sepatu basah dicuci sekalian (tanpa sabun) dan dibilas dengan air bersih serta diperas di beberapa bagian yang mengandung spons agar mudah kering, lalu masukkan kain bahan kaos yang menyerap air lalu tekan-tekan merata ke semua bagian yang potensial mengandung banyak air, ganti kain lagi jika sudah basah, setelah itu angin-anginkan.

Istirahat sejenak ketika naik "Nglanggeran"

Apakah dengan ini sepatu akan tahan lama? kita lihat sama-sama

Edit Foto Bolehkah?


Pertanyaan ini kadang muncul di benak banyak orang. Apakah perlu di edit? karena jika di edit berarti sudah tidak asli lagi. Banyak yang beranggapan bahwa suatu foto jika sudah di edit adalah "penipuan" dengan mengatakan "ah, ini editan..aslinya gak kayak gini"

Semua tidak bisa dihakimi dengan mengatakan bahwa editan adalah tindak kejahatan penipuan. Semua kembali kepada tujuan memotret itu sendiri, apakah itu untuk dokumentasi berita yang harus bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya, ataukah kepada seni yang orang tentu ingin mendapatkan "cita rasa" baik keindahan, kengerian, ataupun perasaan lain yang tidak biasa. 

Faktor kamera juga ikut berpengaruh, karena tidak semua kamera akan berkata jujur dengan menampilkan foto sesuai yang kita lihat. Kamera yang sangat bagus bisa menampilkan detil warna maupun ketajaman yang melebihi apa yang kita tangkap dengan mata kita, ada juga kamera sederhana bawaan ponsel yang hanya menangkap garis besar objek dengan detil yang sangat rendah. Kita tidak akan menuduh semuanya melakukan penipuan kan, masing-masing kamera punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. 


Bagi saya pribadi terserah saja, toh membuat foto HDR juga melalui editing baik di kamera maupun perangkat lain, dan foto HDR itu bukanlah seperti apa yang kita lihat dengan mata kita. Orang memotret sunset dengan warna memukau dan ombak di lautan yang selembut rambut karena pengaruh filter juga tidak seperti apa yang kita lihat dengan mata langsung.

Foto diatas saya ambil dengan menggunakan kamera ponsel Sony Ericsson S302 (2MP, tidak ada autofokus dll) hasil aslinya over, terlalu silau dan memang tidak seperti keadaan yang saya lihat. Sedangkan sebelahnya saya edit dengan menggunakan PhotoScape, memang aslinya yang saya lihat tidak segelap itu namun akan lebih bercerita foto yang sudah di edit dibandingkan dengan foto asli dari kamera (yang sebenarnya tidak menampilkan kondisi asli seperti yang dilihat mata langsung)

Jadi, bagaimana hukumnya mengedit foto?

Review Canon SX 160 IS (prosummer) - Review Traveller

Canon mengeluarkan kamera dengan jenis prosummer salah satunya adalah seri ini. 

Kamera ini dikategorikan dalam kamera prosummer karena memang untuk pengaturan manual sudah sangat lengkap dibandingkan dengan kamera pocket, namun untuk sensor masih dibawah DSLR, ohya lensa juga patent tidak bisa di ganti-ganti.


Saya tidak akan mengupas detail secara spesifikasi dan hal-hal rumit lainnya, yang akan saya review adalah seberapa praktis dan seberapa bagus kualitas kamera ini untuk kita bawa travelling. Opening statementnya, bagi yang ingin cari kamera yang oke untuk diajak travelling namun harga terjangkau kamera ini bisa menjadi salah satu pilihan. Saya mengatakan pilihan, bukan rekomendasi. Kenapa demikian? mari kita kupas lebih lanjut.

Sebelum menggunakan kamera ini, sebelumnya saya adalah pengguna Canon pocket A580, kamera prosummer Fujifilm Finepix S2950, kamera DSLR Canon 400D, dan sekarang kembali lagi ke prosummer Canon yang satu ini. 

Menggunakan kamera DSLR lalu harus kembali ke prosummer itu rasanya seperti ada yang hilang. Yang paling saya rasakan adalah "noise". Menggunakan prosummer lalu naik kelas ke DSLR saya merasakan puas, bisa menghandel noise dengan cukup bagus. 


Artinya dalam kondisi pencahayaan yang minim masih bisa mendapatkan gambar yang bersih. Prosummer sebenarnya juga bisa melakukan demikian, dengan syarat objek cenderung statis, iso rendah dibantu bukaan besar dan shutter speed yang lama, kalo perlu di tripod, pasti bagus. Tapi dengan DSLR saya bisa mendapatkan hal itu dengan lebih mudah. Sekarang kembali ke prosummer lagi harus sedikit kerja keras dengan komposisi agar bisa mendapatkan hasil yang cukup bersih. But, this oke dan saya sekarang tidak mempermasalahkan itu lagi karena banyak hal.


posisi zoom full

Saya kembali ke kamera kecil karena mengejar satu hal, praktis. Travelling, touring, trabas, dan lain hal menuntut sebuah kepraktisan. Walaupun saya sangat percaya dengan pengorbanan kita ribet-ribet bawa DSLR ketika travelling akan terbayarkan dengan gambar yang memuaskan. 


Namun sekali lagi, banyak keadaan yang saya temui tidak mengenakkan jika harus membawa DSLR selama travelling. Tidak semua tempat bisa menerima kehadiran orang yang menenteng DSLR di tengah-tengah mereka, masyarakat umum masih beranggapan bahwa kamera DSLR adalah kamera wartawan, entah siapapun dia ketika memegang DSLR akan menarik perhatian. 


Bisa dibayangkan ketika kita berada di tengah tengah lingkungan yang "daerah hitam" dalam arti tempat banyak kriminalitas, atau berada di daerah penambangan liar kita hendak memotret pemandangan pasti akan dapat masalah. 

Pernah ketika saya berada di daerah Kalimantan Barat sedang berjalan-jalan di tengah-tengah perkebunan sawit ada seperti ladang garam yang luas di tepian sungai, dan disana terdapat penambangan Puya. Turun dari mobil saya jalan-jalan di tepi sungai mbawa DSLR, langsung pekerja tambang minggir semua dan yang menemui saya adalah security proyek. 

Dari pengalaman ini saya lalu memutuskan beralih untuk membawa kamera kecil sajalah, memang tidak selalu kondisi seperti itu namun demi kenyamanan dan ke praktisan tetap kamera kecil lebih menyenangkan. Kamera mirrorless sangat menarik hati saat itu, namun anggaran tidak cukup akhirnya prosummer kembali menjadi pilihan.

Canon SX 160 IS menarik minat saya karena seukuran tidak jauh berbeda dengan pocket, namun zoomnya lumayan oke juga 16x optical zoom ditambah beberapa kalo digital zoom. Fitur digital zoom tidak pernah saya aktifkan, selain akan menurunkan kualitas gambar dengan drastis juga bisa diwakili dengan zoom ketika gambar sudah masuk komputer untuk diolah dengan lebih bagus. 

Prosummer kebanyakan berukuran agak besar dengan body mendekati bentuk-bentuk DSLR, dan memang sekarang saya sedang tidak ingin menggunakan bentuk yang seperti itu, cukup fujifilm dulu yang pernah saya pake. Kalo body besar ya mending DSLR sekalian, namun kalo prosummer, body canon sx 160 is ini nyaman untuk diajak jalan kemana-mana. Memang bukan kamera adventure yang tahan banting dan tahan air, namun dari segi ukuran cukup pocketable (gampang masuk kantong).

Pengaturan manual lengkap, sudah seperti DSLR tampilan tombol dan panelnya, tapi jangan ditanyakan apakah sama? ya jelas beda. 

Satu lagi yang seru untuk Solo Travelling, timer yang bisa disesuaikan hinggal 30 detik akan memberikan waktu yang lumayan cukup untuk kita narsis sambil beraksi diatas motor ataupun melakukan akrobatik lain di tempat kita berpetualang. Lensa dengan IS menjadikan sedikit lebih stabil dalam pengambilan gambar, namun semua kembali kepada kehati-hatian kita agar selalu stabil memegang kamera. Mode bawaan juga lumayan banyak, dari fish eye, toy cam, miniatur effect, dsb.

Dari segi baterai, layak untuk diajak travelling karena menggunakan daya dari baterai AA sebanyak 2 biji. Kalo habis tinggal ganti, tergantung kita bawa baterai cadangan berapa. Bayangkan ribetnya ketika di tengah hutan dengan baterai lithium dan drop, kecuali kita punya power bank atau baterai lithium cadangan. Pun demikian saya masih tetap memilih kamera dengan sumber daya baterai AA untuk travelling.

Namun ada 2 hal yang paling saya rasakan sebagai minus dari kamera ini, Videonya HD nya masih 25 fps dan untuk pengambilan gambar di tempat yang minim cahaya dan agak dingin gambar sedikit timbul efek krayon. Jadi ketika gambar kita zoom besar di komputer kelihatan noise dan agak terdapat efek lukisan krayon, hal yang sama juga terjadi pada fuji s2950 saya yang dulu.

Clossing, saya memberikan nilai 8 dari range 0-10 untuk kamera ini sesuai dengan harga, kemampuan dan enak tidaknya di bawa travelling...
Semoga bermanfaat