Selasa, 15 Juni 2010
CEGAH KEBAKARAN HUTAN DI KAWASAN TNGC *)
Kebakaran hutan merupakan salah satu gangguan terhadap kawasan TNGC yang terjadi setiap tahunnya, biasanya terjadi pada awal musim kemarau yaitu sekitar bulan Juli dan puncaknya adalah bulan Agustus. Penyebab terjadinya kebakaran hutan diantaranya karena beberapa faktor yaitu suhu meningkat, angin besar, dan karakteristik ekosistem. Lokasi rawan kebakaran berada di sebelah utara kawasan TNGC diantaranya blok Padabeunghar, Batu luhur, Lambosir, Sayana, Seda, Trijaya dan Telaga Remis di wilayah SPTN Wilayah I Kuningan, sedangkan di SPTN Wilayah II Majalengka berada di blok Padaherang dan Bantaragung yang kawasannya menyatu dengan blok Padabeunghar. Pada lokasi tersebut, karakteristik ekosistemnya yaitu tanah berbatu yang ditumbuhi oleh semak belukar dan ilalang yang pada musim kemarau akan mengalami kekeringan yang menjadi bahan bakar yang cukup besar.
Tahun 2009 lalu, kebakaran hutan dan lahan terjadi seluas 70 ha dengan frekuensi kejadian sebanyakn 8 kali. Indikasi terjadinya kebakaran hutan dan lahan akibat kesengajaan manusia yang membuang puntung rokok atau ketidaksengajaan akibat pembukaan lahan pada lahan milik dengan cara dibakar yang kemudian terus merambat ke dalam kawasan akibat angin besar. Sampai saat ini penyebab terjadinya kebakaran hutan dan lahan masih terus dipantau. Dengan adanya upaya pencegahan, pada tahun 2010 ini diharapkan luasan dan frekuensi terjadinya kebakaran hutan dan lahan dapat diminimalisir hingga hanya mencapai 1 ha. Tahapan upaya pencegahan diantaranya inventarisasi lokasi rawan kebakaran hutan, inventarisasi faktor penyebab kebakaran, penyiapan regu pemadam kebakaran, pembuatan prosedur tetap, pengadaan sarana dan prasarana dan pembuatan sekat bakar. Untuk mengetahui faktor terjadinya kebakaran hutan pelu intelejensi lebih lanjut dengan adanya upaya patroli pada lokasi rawan kebakaran. Patroli kebakaran hutan dan lahan tidak hanya dilakukan oleh Polisi Kehutanan Balai TNGC saja, namun juga melibatkan masyarakat yang telah tergabung dalam kelompok masyarakat peduli api (MPA) dan Pamswakarsa.
Patroli dianggap cara yang paling efektif dengan menempatkan anggota pada titik rawan kebakaran sehingga ketika ada titik api yang terlihat dengan sistem komando yang sudah disepakati, pergerakan api tidak akan meluas seperti pada kejadian sebelumnya dan lebih mudah dikendalikan. Agar kejadian dan luasan kebakaran hutan dan lahan dapat diminimalisir hingga 1 ha, kita harus bersama-sama mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan dengan ikut serta memberikan pemahaman kepada masyarakat ataupun pengunjung yang sedang melakukan wisata agar tidak melakukan hal-hal yang dapat menimbulkan kebakaran. Selain itu, informasi awal dapat diberikan kepada petugas yang menjaga posko terdekat sehingga dapat diambil tindakan cepat.
*) Cita Asmara
Polisi Kehutanan BTNGC
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar