Postur Pendek karena Gen Manusia Purba
15/01/15, 08:13 WIB
Indonesia tercatat sebagai negara dengan gizi buruk nomor lima. Indikasinya, antara lain, banyaknya penduduk stunting (kerdil). Namun, penelitian Dr Aman Bhakti Pulungan mematahkan anggapan itu. Buktinya, komunitas manusia pigmi (pendek) di Desa Rampasasa, Manggarai, NTT, ternyata mendapat asupan gizi yang baik.
DI Desa Rampasasa saat ini masih tersisa sekitar 200 orang pigmi. Keberadaan mereka menarik perhatian Aman Bhakti Pulungan yang kemudian melakukan penelitian untuk disertasi program doktoralnya di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI).
Menurut Aman, Indonesia bukan satu-satunya negara yang memiliki komunitas masyarakat pigmi. Di Malaysia, Filipina, Australia, hingga Afrika Selatan juga terdapat orang-orang dengan tinggi di bawah normal itu.
’’Tetapi, pigmi di Indonesia (Flores, Red) agak berbeda,’’ kata Aman setelah pengukuhan doktor, Selasa (13/1).
Bedanya, kata Aman, pigmi Flores mempunyai keterkaitan dengan manusia purba Homo Floresiensis. Nenek moyang yang satu itu memang memiliki ukuran tubuh kerdil (mini). Fosilnya banyak ditemukan di Flores.
Berdasar rekonstruksi tulang belulangnya, tinggi badan Homo Floresiensis hanya sekitar 100 cm atau sepinggang tubuh orang dewasa normal saat ini. Tinggi badan orang-orang pigmi Rampasasa maksimal 150 cm untuk laki-laki dan 140 cm untuk perempuan. Namun, dari proporsi anggota tubuh seperti panjang tangan, kaki, dan badan, orang pigmi Rampasasa tampak normal. Hanya tingginya yang tidak normal.
Selain itu, lokasi penemuan fosil Homo Florensiensis tidak jauh dari keberadaan komunitas manusia pigmi. Yakni, sama-sama di Kabupaten Manggarai, NTT. Namun, untuk memastikan keterkaitan di antara keduanya, menurut Aman, perlu kajian DNA (asam deoksiribonukleat/deoxyribonucleic acid).
Suami Neneng Rubianti itu menjelaskan, fokus penelitannya tentang masyarakat pigmi Rampasasa ditujukan untuk mengetahui penyebab masyarakat sedusun itu pendek-pendek. Sejauh ini, belum ada penelitian yang bisa menjelaskan penyebabnya secara ilmiah.
Konstruksi penelitian yang dibangun Aman mengasumsi adanya keterkaitan antara fisik masyarakat pigmi Rampasasa dan nutrisi, kadar hormonal, serta faktor genetis.
’’Selama ini, yang berkembang di masyarakat, pokoknya kalau orang pendek itu berarti kekurangan gizi. Tapi, benarkah seperti itu?’’ ujar dokter spesialis anak kelahiran Medan, 23 November 1957, tersebut.
Mulai 2010, Aman blusukan ke Rampasasa. Dia benar-benar penasaran terhadap fenomena manusia pigmi itu. Dia mengambil sampel orang pigmi murni, pigmi campuran (hasil perkawinan pigmi dengan orang normal), serta orang bukan pigmi di desa itu.
Desa Rampasasa berjarak sekitar sejam perjalanan darat dari Ruteng, pusat Kabupaten Manggarai. Selama meneliti kehidupan masyarakat pigmi Rampasasa, Aman tidak jarang harus keluar masuk hutan. Sebab, tempat tinggal mereka terpencar-pencar. Mereka terdiri atas enam suku yang berbeda-beda.
’’Saat di hutan, mereka bisa berjalan lebih cepat dibanding saya,’’ katanya.
Sehari-hari, kebanyakan masyarakat pigmi bekerja sebagai petani atau buruh tani. Namun, pertanian yang mereka garap bukan padi, melainkan kemiri dan kopi. Selain itu, banyak masyarakat pigmi yang memelihara babi dan ayam.
Bapak Ardyan W. Pulungan dan Andria A. Pulungan itu sempat kaget mengetahui hasil penelitiannya di bidang nutrisi. Dari total delapan orang pigmi murni yang diteliti, semua memiliki kandungan kalsium yang normal. Lalu, dari 40 orang pigmi campuran, hanya satu orang yang kandungan kalsium dalam tubuhnya di bawah rata-rata.
Untuk asupan vitamin D, penelitian Aman mendapati fakta, tidak ada satu pun orang pigmi yang diteliti mengalami kekurangan (defisiensi) vitamin D.
Dari kandungan kalsium dan vitamin D itu, Aman menyimpulkan bahwa tubuh pendek masyarakat pigmi Rampasasa tidak berkaitan dengan kekurangan nutrisi atau gizi. ’’Bahkan, menurut saya, nutrisi mereka lebih baik daripada masyarakat di Jakarta. Hanya, anehnya, kenapa mereka pendek-pendek ya?’’
Untuk kondisi hormon pertumbuhan, penelitian Aman juga tidak menunjukkan perbedaan yang berarti antara masyarakat pigmi murni dan orang non-pigmi. Dengan kata lain, kondisi tubuh pendek masyarakat pigmi tidak terkait langsung dengan kondisi hormonal mereka.
Berdasar fakta-fakta itu, sangat mungkin penyebab postur pendek masyarakat pigmi Rampasasa adalah faktor genetis. Karena itu, Aman lalu melakukan analisis DNA. Hasilnya, dia menemukan adanya regio homozigotpada manusia pigmi Rampasasa yang mengindikasikan tubuh mereka menjadi pendek karena faktor genetis atau keturunan.
Kesimpulan itu diperkuat dengan bukti perkawinan antara orang pigmi murni dan orang non-pigmi yang ternyata menghasilkan keturunan anak pigmi. ’’Bahkan, ada keturunan kelima pernikahan pigmi campuran yang ternyata masih pigmi juga,’’ jelasnya. ’’Terutama bila pembawa gen pigmi itu dari pihak laki-laki, hampir pasti keturunannya pigmi,’’ tambahnya.
Meskipun faktor genetis sangat berperan bagi kelangsungan masyarakat pigmi Rampasasa, Aman mencium potensi kepunahan pada masa mendatang. Penyebabnya, selama penelitian, dia tidak menemukan orang-orang pigmi murni yang masih anak-anak.
Hal itu terjadi, kata Aman, karena saat ini pernikahan antar sesama pigmi murni sudah tidak boleh dilakukan. Alasannya terkait dengan ajaran agama yang melarang kawin dengan ’’saudara’’ sendiri.
Dari hasil penelitian itu, Aman memberikan sejumlah rekomendasi untuk pemerintah. Antara lain, tidak boleh menganggap penduduk yang memiliki postur pendek (stunting) pasti kekurangan gizi.
’’Memang, ada orang pigmi yang kekurangan gizi. Tetapi, kebanyakan malah kelebihan gizi, bahkan overweight, tetapi tubuhnya pendek,’’ paparnya.
Aman juga mengusulkan agar pemerintah membuat puskesmas atau unitlayanan kesehatan sedekat-dekatnya dengan komunitas masyarakat pigmi. Lokasi puskesmas di Rampasasa cukup jauh dari komunitas masyarakat pigmi.
Selain itu, Aman berharap pemerintah memberikan layanan pendidikan bagi masyarakat pigmi. Menurut dia, dari segi intelektual, masyarakat pigmi Rampasasa termasuk kategori pandai.
’’Selama mereka mau sekolah, saya yakin mereka bisa menyerap pelajaran dengan baik,’’ ungkapnya. (*/c5/ari)
Sumber:
http://www.jawapos.com/baca/artikel/11491/Postur-Pendek-karena-Gen-Manusia-Purba
Tidak ada komentar:
Posting Komentar