Minggu, 05 Desember 2010

ANCUNG JEMPOL UNTUK KESADARAN MASYARAKAT*)


Sejak Oktober 2009, Balai TNGC melakukan upaya pembinaan dan penertiban penggunaan lahan untuk pertanian dan perkebunan di dalam kawasan TNGC akibat kawasan TNGC yang terus mengalami tekanan ekologis karena pemanfaatan kawasan berbasis lahan untuk pertanian dan perkebunan. Hampir 1 (satu) tahun, Balai TNGC terus melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah, penyuluhan dan sosialisasi kepada masyarakat serta patroli pembinaan. Penyuluhan dan sosialisasi dilakukan hampir di 45 (empat puluh lima) desa di sekitar kawasan TNGC untuk menyampaikan fakta yang terjadi, dampak yang ditimbulkan dan peraturan perundangan kehutanan yang berlaku. Berdasarkan penyuluhan dan sosialisasi, masyarakat memahami bahwa apa yang mereka lakukan tidak sesuai dengan peraturan perundangan kehutanan yang berlaku kesepakatan untuk berhenti melakukan penggarapan sampai Bulan Agustus 2010.

Untuk melihat perkembangan di lapangan maka Balai TNGC melaksanakan operasi pengamanan hutan gabungan bersama pihak kepolisian, TNI, Aparat Kecamatan dan Desa. Hal ini dilakukan sebagai upaya preventif sebelum Balai TNGC menindak masyarakat yang membandel dengan jalur hukum. Operasi pengamanan hutan gabungan meliputi kawasan TNGC yang dijadikan areal pertanian sayur mayur yaitu Blok Palutungan, Darma, Cipulus, Semplo, Argalingga, Argamukti, Gunung Wangi dan Bantaragung. Operasi pengamanan hutan gabungan dilakukan selama 5 (lima) hari dimana 3 (tiga) hari pengecekan lapangan dan 2 (dua) hari pembinaan terhadap masyarakat yang masih melakukan pengolahan pertanian baru di dalam kawasan TNGC. Dalam pengecekan lapangan, masih ditemukan 20 sampai 30 orang yang masih melakukan pengolahan baru di dalam kawasan TNGC, padahal sudah jauh-jauh hari diingatkan pada saat sosialisasi dan penyuluhan tidak diperbolehkan melakukan pengolahan baru sampai batas waktu yang telah disepakati. Bagi masyarakat yang masih melakukan pengolahan baru, tim memberikan somasi dan memberikan waktu selama 12 (dua belas) hari untuk meninggalkan kawasan TNGC yang disaksikan pula oleh Aparat Kecamatan dan Desa. Sama halnya dengan somasi kepada masyarakat yang masih melakukan pengolahan baru, pembongkaran gubug kerja yang masih ada diberikan waktu selama 12 (dua belas) hari untuk dibongkar oleh pemiliknya. namun tidak sedikit yang telah meninggalkan kawasan TNGC seperti pada foto yang tercantum. itu merupakan kawasan TNGC yang sebelumnya digarap dan sekarang sudah ditinggalkan.

Berdasarkan data Resort TNGC, diketahui bahwa untuk masyarakat yang melakukan aktivitas penanaman pertanian di dalam kawasan sudah tidak ada. Hal ini membuktikan masyarakat semakin memahami bahwa apa yang sudah dilakukan tidak hanya merugikan diri sendiri namun banyak orang. Balai TNGC memberikan apresiasi kepada masyarakat yang secara sadar meninggalkan kawasan TNGC. Untuk itu, Balai TNGC akan memberikan penghargaan kepada masyarakat yang secara sadar meninggalkan kawasan TNGC dengan pemberian program kegiatan diantaranya pelibatan rehabilitasi kawasan sebagai pelaku utama, perlindungan dan pengamanan kawasan serta program pemberdayaan masyarakat. Dukungan penuh disampaikan oleh Aparat Kecamatan dan Desa yang dilibatkan untuk menindak apabila masih ditemukan masyarakat yang membandel. Selain itu, baik Pemerintah Daerah Kuningan dan Majalengka juga sudah memprogramkan kegiatan bagi desa penyangga TNGC dengan berbagai alternatif, harapannya dapat dimanfaatkan peluang yang ada sehingga output yang dihasilkan maksimal.

*) Oleh : Nisa Syachera F, S. Hut
Calon Penyuluh Kehutanan BTNGC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar