Senin, 30 Agustus 2010

MASYARAKAT SEMAKIN SADAR AKAN PENTINGNYA KAWASAN TNGC*)



Upaya pemberian pemahaman kepada masyarakat akan pentingnya kelestarian kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) semakin direspon oleh masyarakat, hal ini ditandai dengan adanya permintaan aparat Pemerintah Desa untuk bekerjasama dengan Balai TNGC dalam pemanfaatan jasa lingkungan air. Air merupakan produk nyata yang dihasilkan kawasan TNGC yang digunakan seluruhnya untuk hajat hidup orang banyak, kebutuhan akan air semakin lama semakin meningkat dengan semakin banyaknya jumlah penduduk. Diantara pemerintah desa yang mengajukan kerjasama dalam pemanfaatan air diantaranya desa di sekitar kawasan yaitu Desa Kaduela, Gunung Sirah, Padabeunghar, Randobawagirang, dan Seda dan juga ada desa yang bukan desa penyangga kawasan TNGC yaitu Desa Kertawinangun. Hal tersebut didasari akan keperluan dan kebutuhan air yang sangat penting bagi kehidupan.
Mekanisme kerjasama dalam pemanfaatan jasa lingkungan air dari dalam kawasan taman nasional belum diatur oleh peraturan perundangan kehutanan, namun hal yang paling mendasar adalah bagaimana masyarakat ikut membangun hutan di kawasan TNGC baik masyarakat desa bagian hulu maupun hilir agar ketersediaan air tetap terjaga. Salah satu caranya dengan penanaman pepohonan khususnya pada areal mata air sehingga air yang terserap semakin besar.
Selain dirasakan masyarakat Kabupaten Kuningan, kebutuhan tinggi akan air juga dirasakan masyarakat Kabupaten Cirebon. Berdasarkan data yang didapat tahun 2010, debit air di PDAM Paniis sudah semakin berkurang dan penggunanya semakin banyak. Kebutuhan yang semakin meningkat seharusnya juga diimbangi dengan pembangunan hutan di kawasan TNGC yang saat ini masih mengalami degradasi. Apabila kondisi ini terus dibiarkan maka masyarakat akan kesulitan mendapatkan air bersih khususnya musim kemarau. Hal ini juga diakui masyarakat Kab Cirebon yang mengatakan bahwa kondisi air semakin kurang pada musim kemarau. Hasil penelitian mahasiswa IPB menguatkan apa yang telah disampaikan bahwa keseimbangan air antara ketersediaan dan kebutuhan air di Pulau Jawa menunjukan, kebutuhan air dapat terpenuhi pada musim hujan, sedangkan memasuki musim kemarau awal, ada beberapa wilayah sungai yang mengalami defisit, dan pada pertengahan musim kemarau semua wilayah sungai di Pulau Jawa mengalami defisit. Berdasarkan penelitian tersebut jelas terlihat ketersediaan air yang semakin berkurang khususnya air bersih.
Melihat kondisi yang terjadi, Balai TNGC memberikan perhatian penuh akan pemanfaatan jasa lingkungan air dan pengelolaannya, seperti yang tercantum pada visi Balai TNGC yaitu “Terwujudnya kelestarian kawasan TNGC sebagai sumber air utama untuk kehidupan dan kesejahteraan masyarakat”. Air juga merupakan obyek utama pada beberapa obyek wisata alam di kawasan TNGC, baik dalam bentuk air terjun maupun danau/talaga. Untuk itu kami menyampaikan kepada masyarakat secara sadar ikut serta dalam upaya reforestrasi atau pengembalian kawasan hutan di kawasan TNGC seperti sedia kala sehingga air yang merupakan kebutuhan masyarakat dapat tercukupi.

*)Oleh : Oman Dede Permana
(Polisi Kehutanan TNGC)

Senin, 23 Agustus 2010

CEGAH KEBAKARAN DENGAN MPA DAN SEKAT BAKAR*)


Menindaklanjuti upaya pencegahan kebakaran hutan yang dilakukan Balai Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) beberapa waktu yang lalu yaitu penyuluhan pengendalian kebakaran hutan yang dilaksanakan pada 5 (lima) kecamatan yaitu Kecamatan Pasawahan, Cigugur, Darma, Cikijing dan Bantaragung, selanjutnya dilaksanakan pembentukan Masyarakat Peduli Api (MPA) dan pembuatan sekat bakar.
MPA adalah masyarakat yang dilatih untuk ikut serta membantu petugas secara sukarela dalam kegiatan pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan. Kegiatan Pembentukan MPA dilaksanakan selama 2 (dua) hari dari tanggal 5 s/d 6 Agustus 2010 bertempat di Aula Taman Wisata Alam (TWA) Linggarjati Kabupaten Kuningan dan diikuti oleh peserta sebanyak 40 (emapt puluh) orang, yang berasal dari Kab.Kuningan (Kec.Pasawahan, Kec.Cilimus, Kec.Mandirancan, Kec.Darma, Kec. Cigugur), dan Kab.Majalengka (Kec. Sindangwangi, Kec. Argapura, Kec.Rajagaluh). Tujuan dibentuknya kelompok MPA adalah untuk mendorong masyarakat membangun dirinya sendiri mengembangkan kemampuan dalam mengamankan wilayahnya sendiri dari bahaya kebakaran dengan menitik beratkan pada pencegahan terjadinya kebakaran kawasan TNGC.
Dalam materi yang disampaikan pada kegiatan pembentukan MPA, Kepala Balai TNGC Ir Kurung MM menegaskan bahwa upaya pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan di kawasan TNGC merupakan tanggung jawab semua pihak baik Balai TNGC, Pemerintah daerah maupun masyarakat dan berkeinginan dengan adanya pembentukan MPA ini, kelestarian kawasan TNGC semakin membaik karena petugas TNGC akan dibantu oleh masyarakat dalam kegiatan perlindungan dan pengamanan kawasan. Pemateri lainnya yaitu Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab Kuningan dan Widyaswara Balai Diklat Kehutanan Kadipaten. Selain materi yang diterima di dalam kelas, materi praktek juga diberikan agar teori yang telah disampaikan dapat diaplikasikan dengan baik. Adapun kegiatan praktek dilakukan di lokasi yang sama yaitu TWA Linggarjati.
Setelah MPA dibentuk, tugas pertama yang dilakukan kelompok adalah pembuatan sekat bakar yang dilaksanakan beberapa hari berikutnya yaitu pada tanggal 9 s.d 10 Agustus 2010 di Desa Setianegara, Batu Luhur dan Bintangot. Sekat bakar yang dibuat dengan panjang masing-masing ± 100-200 meter. Pembuatan sekat bakar dilakukan dengan cara yang paling umum dalam pencegahan kebakaran yaitu menggunakan cangkul, sekop, garu, garpu tanah dan kapak. Pembuatan sekat bakar dilakukan dengan cara pembersihan rumput, semak dan pohon pada areal yang dianggap rawan yang bertujuan untuk menghentikan penyebaran api serta mengurangi bahan bakar.
Selain mewujudkan pelaksanaan upaya pencegahan, kegiatan pembentukan MPA dan pembuatan sekat bakar merupakan salah satu kegiatan pemberdayaan masyarakat karena melibatkan masyarakat yang berada di sekitar kawasan TNGC.

*)Oleh : Cepi Arifiana
Polisi Kehutanan TNGC

Rabu, 18 Agustus 2010

MODEL DESA KONSERVASI SEBAGAI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI DESA PENYANGGA TNGC*)

Model Desa Konservasi (MDK) merupakan program Kementerian Kehutanan yang telag berlangsung sejak tahun 2006. Pembangunan MDK merupakan upaya konkrit pemberdayaan masyarakat di sekitar dan di dalam kawasan konservasi yang dilakukan secara terintegrasi dengan pengelolaan kawasan konservasi. Pembangunan MDK meliputi tiga kegiatan pokok yaitu pemberdayaan masyarakat, penataan ruang/wilayah pedesaan berbasis konservasi dan pengembangan ekonomi pedesaan berbasis konservasi.
Tujuan pembangunan MDK untuk masyarakat di desa penyangga sekitar kawasan konservasi yaitu dari aspek ekologi/lingkungan, yang dapat meminimalisir gangguan, memperluas habitat flora dan fauna yang ada di kawasan konservasi, menambah areal serapan air jika terletak dibagian hulu sungai, menangkal bencana alam berupa banjir, erosi, angin serta bencana lainnya. Dari aspek ekonomi, melalui kegiatan MDK diharapkan pendapatan masyarakat dapat meningkat, tercipta berbagai aktivitas masyarakat untuk menambah pendapatan, potensi SDA yang ada dapat bernilai ekonomi melalui pengelolaan dengan teknologi yang sesuai, dan diharapkan roda perekonomian pedesaan dapat berputar. Dari aspek sosial, dengan pemberdayaan masyarakat melalui MDK pengetahuan dan keterampilan masyarakat dapat meningkat, masyarakat diharapkan dapat bersikap positif dan mendukung pengelolaan kawasan konservasi, kesehatan masyarakat dapat meningkat karena kondisi lingkungan pedesaan yang sehat dan diharapkan ketergantungan masyarakat terhadap kawasan berkurang.
Saat ini, Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) telah memiliki 3 (tiga) desa yang dijadikan MDK yaitu Desa Pajambon Kab Kuningan, Desa Bantaragung dan Desa Sangiang Kab Majalengka yang pelaksanaan kegiatannya difasilitasi oleh Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Barat dengan adanya kebun bibit desa. Kegiatan tersebut merupakan kegiatan yang sebelumnya diusulkan oleh masyarakat setelah adanya penggalian potensi desa.
Potensi yang dimiliki kawasan TNGC dan daerah penyangga cukup beragam diantaranya jasa lingkungan air dan wisata alam, keanekaragaman hayati, dan kerajinan tangan dan pangan. Dari semua potensi tersebut dapat dipadukan menjadi satu produk “Desa Konservasi”. Desa konservasi adalah desa dimana masyarakatnya menjalankan keseluruhan aktivitas atau kegiatan kesehariannya dengan kegiatan yang bersifat konservasi. Hal yang paling mudah dilakukan adalah mengumpulkan dan mengolah sampah rumah tangga, menanam apotek hidup di pekarangan rumah dan menanam pepohonan baik di sepanjang jalan desa maupun di pekarangan rumah agar suasana rumah menjadi rindang. Pengolahan sampah rumah tangga dapat dipilah dari sampah organik dan non organik, dimana sampah organik dapat diolah menjadi pupuk yang kemudian dapat dijual kepada masyarakat yang membutuhkan dan sampah anorganik dapat dijual ke usaha daur ulang.
Bagi desa penyangga yang berbatasan dengan kawasan TNGC yang memiliki obyek wisata alam, masyarakat dapat mengambil peluang dengan menjual jasa kepada para pengunjung dengan menjadi guide/pemandu wisata. Peran pemandu wisata atau biasa lebih dikenal interpreter menjadi sangat penting khususnya dalam pengembangan obyek wisata alam. Interpreter bertugas memberikan informasi kepada pengunjung mengenai potensi obyek wisata alam, sejarah lokasi obyek wisata alam dan lain sebagainya. Dengan adanya interpreter, pengunjung akan mendapatkan wawasan dan ilmu pengetahuan lebih, selain mendapatkan keindahan alam yang menjadi obyek utama wisata alam. Harapan ke depan agar semua desa penyangga di kawasan TNGC dapat menjadi desa konservasi yang dapat mengembangkan potensi yang ada.

*)Apo
Polisi Kehutanan TNGC

Selasa, 03 Agustus 2010

PENYULUHAN PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN*)

Bulan Juli akan segera berakhir, Alhamdulillah gangguan terhadap kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) yang terjadi setiap tahun belum terjadi. Pada tahun 2009 lalu, kejadian kebakaran hutan terjadi mulai awal bulan Juli dimana telah memasuki musim kemarau. Pemanasan global yang terjadi memacu adanya pergeseran musim kemarau. Hal ini berdampak baik apabila kesiapsiagaan dimulai dari sekarang. Salah satu upaya yang kami awali adalah dengan adanya penyuluhan pengendalian kebakaran hutan. Kegiatan serupa sebelumnya sudah dilakukan dan difasilitasi oleh Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Barat di Hotel Tirta Sanita, Kuningan namun dalam kegiatan penyuluhan ini kami lebih mempertegas dan mengarahkan kepada hal yang lebih teknis sebagai upaya persiapan.
Kegiatan penyuluhan dilakukan di 2 (dua) kecamatan yaitu Kecamatan Pasawahan Kabupaten Kuningan dan Kecamatan Bantaragung Kabupaten Majalengka. Penyuluhan tersebut dilaksanakan pada tanggal 21 Juli 2010 di Kecamatan Pasawahan dan 22 Juli 2010 di Kecamatan Bantaragung. Pada kegiatan penyuluhan pengendalian kebakaran hutan di Kecamatan Pasawahan diikuti sebanyak 30 (tiga puluh) orang masyarakat yang terdiri dari masyarakat Desa Pasawahan, Padabeunghar dan Kaduela. Kegiatan tersebut juga dihadiri oleh Camat Pasawahan, Kapolsek Pasawahan dan Danramil Pasawahan. Pada kesempatan tersebut, Camat Pasawahan menyampaikan pesan kepada masyarakat untuk ikut berpartisipasi mengatasi ancaman kebakaran hutan yang tentunya juga akan merugikan masyarakat setempat sekaligus menyampaikan kepada masyarakat lainnya. Sama halnya dengan apa yang disampaikan Kapolsek dan Danramil Pasawahan, sedikitnya menambahkan bahwa peran masyarakat sangat menentukan berhasil tidaknya penanganan pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan. Kegiatan penyuluhan di Kecamatan Bantaragung juga dihadiri oleh 30 (tiga puluh) orang masyarakat yang terdiri dari Desa Bantaragung, Padaherang dan Payung. Camat Bantaragung, Camat Bantaragung juga menyampaikan pesan kepada masyarakat untuk ikut berpartisipasi mengatasi ancaman kebakaran hutan dan menyampaikan informasi dan materi yang diberikan TNGC kepada masyarakat lainnya.
Pada kegiatan penyuluhan tersebut, Balai TNGC menyampaikan secara teknis dalam rangka upaya pencegahan terjadinya kebakaran hutan di dalam kawasan TNGC diantaranya penyiapan regu/posko pencegahan kebakaran, pembentukan kelompok MPA, pengadaan sarana penunjang dan pembuatan sekat bakar. Untuk mengetahui faktor terjadinya kebakaran hutan pelu intelejensi lebih lanjut dengan adanya kegiatan patroli pada lokasi rawan kebakaran yang dilakukan regu/posko beserta dengan anggota MPA. Patroli dianggap cara yang paling efektif dengan menempatkan anggota pada titik rawan kebakaran sehingga ketika ada titik api yang terlihat dapat segera dikendalikan. Kami memberikan kesempatan kepada masyarakat yang berkeinginan bergabung di regu/posko pencegahan kebakaran dapat segera menghubungi Balai TNGC melalui resort wilayah setempat yang kemudian akan kami sesuaikan dengan kebutuhan yang diinginkan.

*)Oleh : Nisa Syachera F, S. Hut
Penyuluh Kehutanan TNGC