Selasa, 10 Juni 2014

Jelajah Pantai Siung


Jalanan berkelok-kelok seolah tidak ada habisnya, setelah tikungan tanjakan, ketemu tikungan lagi tanjakan dan turunan. Deretan Pantai di Gunung Kidul memang mempesona, namun butuh waktu lebih lama jika berangkat dari rumah di Solo untuk menjelajahi kesana. Dan hal itulah yang menjadikanku agak malas jika harus kesana, lebih dekat pantai daerah Wonogiri dan Pacitan. Entah memang seperti itu atau hanya perasaan saja, yang jelas untuk menuju arah Jogja sudah kebayang lalu lintas yang padat, berbeda dengan ke arah Wonogiri yang lebih banyak opsi jalur santai jauh dari hiruk pikuk. Namun ini memang sebuah subyektifitas.

Entah perasaan malas itu benar entah tidak, faktanya siang ini pukul 14.30 saya kembali berada di pantai. Dan kali ini berada di daerah Gunung Kidul yang pada mulanya ogak-ogahan untuk kesini. Pantai Siung, kata orang sih ini "surganya para pemanjat tebing", bahkan sampai tiket masuknya bergambar latar orang panjat tebing. Karena keterbatasan waktu kali ini sengaja tidak cari-cari lebih jauh. Hanya ingin sampai di salah satu pantainya saja cukup (diluar pantai BKK).


Diantara Sundak, Wedi Ombo dan yang lainnya sengaja saya memilih Siung karena perasaan saya mengatakan ini yang lumayan dekat. Seperti sebelumnya, pergi ke pantai pada hari aktif memang menyenangkan, damai karena lumayan sepi. Seperti inilah wisata, bukan seperti hari libur lebaran yang semua tempat wisata full manusia. Motor saya parkirkan di salah satu titik parkiran yang juga sekaligus warung di tepi pantai, menyiapkan kamera lalu siap untuk jalan-jalan sejenak.
Sebuah kompilasi

Kali ini sengaja saya tidak ingin bermain air, hanya ingin duduk santai menghirup udara pantai dengan pemandangan luas ke arah laut lepas. Saya sadar, waktuku tidak banyak dan nanti pukul 15.15 mau tidak mau harus keluar dari lokasi karena malam sudah ada pekerjaan lain yang menanti. Kanan maupun kiri pantai terdapat tebing yang bisa di panjat (dipanjat langsung, tidak harus dengan alat), saya memilih tebih yang ada di sebelah kiri, ternyata boleh juga. Dari atas tebing hamparan pasir pantai yang luas dan di sebalik kita ada jurang dengan batuan karang yang luar biasa kejam mengancam di bawah, artinya jangan sampai terpeleset atau lompat ke bawah. Tidak ada pagar pembatas tidak ada tali yang digunakan untuk berpegangan, kehati-hatian kita lah yang akan menjadikan kita baik-baik saja. 

Bersyukur dengan apa yang ada

Di ujung tebing saya duduk sejenak dan menengok ke bawah, ternyata di bawah ada pemancing yang luar biasa santai duduk di batu karang sambil merokok, sementara di sebelahnya air berwarna putih tertutup buih karena dahsyatnya benturan dengan karang di sekitar tempat ia duduk. Kalo saya ampun deh, mending di sini saja bengong menikmati hawa laut.

Waktu sudah habis, saatnya kembali ke parkiran, ambil motor lalu pulang. Iya, gitu doank, karena perjalanan pulang masih sangat melelahkan. Berusaha survive diantara padatnya lalu lintas sore arah Jogja, belum lagi jalan raya Jogja-Solo di jam padat seperti ini. Ah, ternyata ingin mendapatkan pantai di arah sini harus membayar mahal untuk perjuangannya. Apakah saya akan kembali? Mungkin, suatu saat nanti.


Sang penantang ombak