Jumat, 09 Mei 2014

Pendakian Lawu ke. 2

Kalo sampe turun ke basecamp nanti lalu pulang, dan kalian gak tukeran nomer, aku gak tanggung jawab kalo nanti nyesel ya..

ucap masku yang ikut pendakian kali ini kepada 2 orang cowok dan cewek yang berjalan beriringan sambil tersipu malu. Dan akhirnya merekapun tukeran nomer handphone juga.



Pendakian kali ini cukup berwarna menurutku, karena melibatkan banyak energi fisik dan perasaan juga. Sehingga rasa itu masih begitu kuat bahkan hingga beberapa hari setelah turun gunung.



Prepare di depan Masjid
Awalnya ketika ada yang mengajak naik lagi, dalam hati aku langsung sepakat. Namun untuk kondisi pekerjaan aku harus memastikan dulu apakah kerjaanku besok pas naik bisa ditinggal apa gak. Dalam hati 100% aku mengiyakan untuk ikut naik lagi, karena sebenarnya beberapa hari ini aku masih galau dan gelisah. Di satu sisi aku sudah punya keinginan yang kuat untuk segera menikah namun kendala kerjaanku yang bisa dikatakan serabutan tentu akan berat untuk mendapatkan acc orang tua. Di sisi lain untuk meninggalkan kerjaan yang sekarang untuk mencoba beralih mencari yang lebih baik saat ini belum juga memungkinkan, urusannya dengan seseorang yang tak ingin aku menyakitinya, urusan hati itu lebih berat dari urusan fisik. Jadi apa solusinya, mungkin saat ini harus lari. Siapapun akan mengatakan, lari itu tidak akan menyelesaikan masalah, memang benar. Namun ketika semua masih terlihat buntuk aku ingin meletakkan beban berat itu. Dan memaksakan fisik untuk kembali jalan terseok-seok di gunung itu sedikit menghapus gelisah, sekali lagi saya tahu itu tidak menyelesaikan masalah. Ah, sudahlah

bintang bertaburan menjelang puncak


Seperti biasa, kali ini jalan malam juga sama seperti pendakian tahun lalu. Bedanya kali ini berangkat 6 orang, yang 2 orang naik sore sedangkan aku dan 3 orang yang lain naik malam. Rencana pendakian kali ini naik dari Cemoro Sewu dan turun Cemoro Kandang, turun Cemoro Kandang harapannya bisa mendapatkan view baru, menginjak tanah agar tidak sakit seperti turun lewat jalur Sewu. Dan katanya sih bisa lebih cepat.



Karena sudah pernah lewat sini, tidak ada yang istimewa ketika berangkat. Kecuali sepatu lebih mumpuni, ngetest headlight baru, tenda yang cukup untuk semua rekan, bekal air lebih banyak, bawa carrier, dan sudah pasti lebih berat muatannya. 


Abadikan moment apapun kameramu
Jalan dari loket sampe puncak sekitar 7 jam, alhamdulillah lancar jalan terus dan bisa sampe puncak sebelum sunrise. Alhamdulillah kesampaian juga menyaksikan sunrise dari puncak Hargo Dumilah di ketinggian 3265 dpl.


Mendirikan tenda, sarapan, lalu tidur.


Sunrise, moment yang selalu dicari para pendaki


Bangun tidur, foto-foto dikit ternyata masku (yang berangkat sore) dapet kenalan 4 orang dari Madiun. 2 orang cowok 2 cewek. Yang sepasang emang pacarnya, yang sepasang lagi katanya cuma temen aja. Mereka mau ikut turun bareng kita lewat Cemoro Kandang. Hal yang seru dimulai dari sini.

1 orang cewek yang gak ada pacarnya ini namanya Eka, untuk kelasnya pendaki gunung cakep juga. Orangnya heboh, dikerjain seru, bahasanya "medok" keluar kabeh. Ada "jembe' " , "gondo'" yang lainnya ampe lupa dan masku semangat kalo ada orang yang digojeki bisa nyambung. 

Siap turun via Cemoro Kandang
Selama jalan turun (yang ternyata butuh waktu hingga 7 jam) banyak hal terjadi, namanya juga banyak orang, ngobrol sana-sini dan lama-lama keliatan. Amin (salah satu kawanku yang ikut berangkat malem) mulai ada sinyal, dan Eka (yang gak ada pacarnya) juga mulai ada sinyal, lama-lama frekuensinya mulai sama dan klop.hahahaha. Mulai dari saling saut ketika debat ngomongin sesuatu, si Eka minta minyak angin pas pusing, lalu sampe minjem carriernya Amin dan amin suruh bawa ranselnya Eka (padahal aku dan Uki juga bawa carrier loh) dan yang lainnya. 

Jalan turun kadang ada yang duluan, ada yang minta istirahat lebih lama, akhirnya rombongan terpecah. Dan yang paling akhir ada 4 orang (aku, masku, Amin dan Eka). Dasarnya masku emang orangnya heboh, pinter ngerjain orang liat sinyal Amin dan Eka akhirnya mereka ditodong terus. Sampe akhirnya buka-bukaan deh, kalo emang ada kecocokan ya gak usah diumpetin, tukeran nomer sana ntar dilanjutkan di lain waktu. Sambil malu-malu tukeran nomer juga.hahaha

Urusan mau dilanjutkan atau gak terserah mereka, kalo aku gak terlalu semangat ngerjain mereka berdua sih. Cuman memastikan aja mereka dah tukeran nomer, kalo sampe pulang gak tukeran nomer kan sayang tuh, ntar nyesel mau nyari kemana coba. Kalo masku hanya seneng gojeki aja, lagian udah ada 1 istri dan 2 anak dirumah, Uki sudah ada yayangnya yang nunggu di basecamp bawah, aku (ya adalah yang nunggu), Kholid dan Memed kurang begitu tau.

Musti hati-hati, licin
Rute Cemoro Kandang adalah jalan air, jadi sedikit saja keguyur hujan licinnya minta ampun. Rekor terpeleset dan glundung paling banyak dipegang masku 7x glundung, aku 4x dan yang lain cuma sekali paling. Baru kerasa kalo tongkat itu penting di tempat kayak gini, dan yang lebih mengerikan lagi jalanan di tepi jurang makin sempit. Di sebelah ada jurang puluhan meter tanpa pembatas, upss..direvisi, ada pembatas namun tanahnya sudah amblas dan pembatasnya masuk jurang. Mengerikan kalo jalan malem lewat sini, satu hal lagi senter harus terang dan satu orang pegang satu, pastikan juga ada cadangannya jika mati.

Sampe basecamp bawah alhamdulillah sehat, lengkap tak kurang suatu apapun. Badan yang sakit semua dan kaki njarem udah biasa, ya rasa inilah yang dicari kalo naik gunung kalo belom kerasa bakalan langsung naik satu gunung lagi.hehe

Alhamdulillah, pendakian yang kedua berahasil. Lain kesempatan Insha Alloh naik lagi, di lain gunung, lain waktu.