Jumat, 14 Maret 2014

Jelajah Gunung Api Purba Nglanggeran


Lokasi ini saya dengar dari hasil obrolan dengan salah satu pelanggan Panorama Adventure, "lokasinya asik buat liat sunset dan sunrise mas dan buka siang malam". 


Mmm, jadi penasaran dengan lokasi yang disebutkan tadi. Selanjutnya biar google yang bekerja untuk mencarikan review lokasi beserta koordinatnya, dan aku tinggal menyiapkan rute dan rencana keberangkatan. 


Kali ini memang bukan asal berangkat seperti kebanyakan perjalanan yang aku lakukan, dalam perjalanan kali sengaja kupersiapkan dari mulai cek list perkap yang dibutuhkan, estimasi waktu, jika keadaan darurat harus bagaimana dan masih banyak lagi saya simpan dalam note di hape samsung gayung punyaku. Belum tau kapan berangkat, tapi dengan adanya cek list dan rencana perjalanan, ketika ada waktu yang memungkinkan tinggal obrak-abrik barang di kamar sambil nyentang cek list lalu tinggal berangkat, selesai. Ini lebih menyenangkan daripada asal berangkat ternyata.


Tips ke-1Cek list itu penting untuk mempersiapkan travelling, termasuk untuk urusan yang lain juga sebenarnya

di halaman parkiran
Kembali ke perjalanan menuju lokasi. Koordinat belum sempat saya tracking via gps, karena perkiraan lokasi yang mudah untuk didatangi langsung. 

Berdasarkan informasi yang didapat, lokasi dekat dengan "bukit bintang" yah itu sudah cukup. Berangkat Selasa pagi pukul 09.30 saat matahari sudah panas, melewati jalur Solo-Prambanan (bikin pusing juga). Sampai di perempatan kecil setelah bukit bintang, tepatnya di Koramil Patuk, mampir di salah satu toko yang punya cool box beli satu botol minuman dingin sambil bertanya kemana arah Gunung Api Purba. 


Ternyata sudah dekat, kurang 7km lagi mas ke sana (ambil jalan kecil). Iseng dengan statement "7km lagi mas", saya coba cek bener gak 7km, soalnya kadang di desa perhitungan jarak jadi sangat subyektif. Dengan odometer yang ada pada motor, saya hitung sampai lokasi memang benar 7km, tidak meleset jauh. Tiba di lokasi pukul 11.30 (perjalanan motor 2 jam dari rumah)

Peta rute pendakian
Berdasarkan beberapa blog yang saya baca, ketika di lokasi masuk petugas akan menawari untuk bertukar nomor handphone agar ketika ada masalah diatas gunung bisa berkomunikasi. 

Ternyata tidak, saya datang kesini sendirian pun juga tidak ada yang menawari tukeran nomer. Kemungkinan pertama, karena saya datang siang kemungkinan tersesat dsb kecil, kemungkinan kedua saya datang dengan pake celana dan baju kargo, sepatu gunung, satu ransel, satu tas pinggang, satu tas kamera kecil, dan tripod (keliatan udah paham lokasi mungkin). 

Tiket masuk 5.000 parkir 2.000, lalu perjalanan naik dimulai, tripod dikeluarkan, kamera disetting lalu naiklah ke gunung yang saya impikan sejak kemarin.

perbandingan ukuran orang dengan batu

Ada banyak sekali titik lokasi dan nama-namanya, sehingga gak terlalu hapal dan saya gak ambil pusing dengan itu. Datang pertama ini tujuan utama saya adalah puncak tertinggi, itu saja. Untuk datang berikutnya bolehlah jelajah ke sudut yang lain, mungkin hunting sunrise, sunset, atau camping. Batuan raksasa banyak sekali disini, salah satu yang sempat untuk ajang narsis (sebenarnya bukan itu) hanya untuk membandingkan ukuran batu dengan tubuh manusia saja di "Song Gudel" ini. Tidak perlu ke Belitong untuk batu raksasa, tapi sayangnya ini bukan pantai sih.

Tips ke-2Untuk memotret sesuatu yang ukurannya tidak normal, carilah benda pembanding, karena jika tidak maka akan kelihatan biasa saja

Point menarik selanjutnya adalah adanya lorong yang diatasnya terdapat batu tersangkut diantara dua dinding tebing. Ada yang pernah ingat film "127 Hours"? lewat lorong ini kita bisa merasakan dan membayangkan bagaimana view dan perasaan terjebak seperti dalam film tersebut. 

Saya sebenarnya gak terlalu faham fisika, jadi tidak bisa menghitung kira-kira berapa berat batu yang nyangkut itu, dan berapa kekuatan relief dinding tebing yang menjadi penyangganya. Jika suatu saat salah satu relief penyangga ada yang mulai terkikis apakah batu itu akan menimpa yang ada dibawahnya? Ah sudahlah semoga tidak terjadi demikian...Amiin

Lanjut lagi, jalan berliku naik turun bebatuan terjal, ngos-ngosan, keringetan, sendirian..hadehh merasa sedikit sengsara. 

Pelajaran penting, datang kesini tengah hari bukan opsi yang nyaman, siap-siap saja gosong terpanggang matahari ataupun dehidrasi. Satu lagi, tidak ada warung diatas jadi siap-siap bawa bekal. 


Yang tak bawa juga tak tanggung-tanggung, ransel isinya 3 botol minuman (1 botol 1,5 liter tambah 2 botol tanggung) ditambah jas hujan ponco (jika terjadi hujan lewat bisa dipake berteduh atau bikin bivak juga bisa) senter, pisau survival card, dan tripod. 


Kebayang berapa beratnya itu ransel. Tapi dalam kondisi darurat orang masih bisa bertahan hidup lebih lama dengan air tanpa makan daripada makan tanpa air. Bukannya mau lebay sih, secara saya datang sendirian, sama sekali gak paham medan, jadi apapun saya harus bertanggung jawab atas diri sendiri.

Tips ke-3*hanya pendapat: saya akan merasa sangat menyesal jika mengalami kesusahan yang sebenarnya bisa saya antisipasi sebelumnya namun tidak saya lakukan

sejenak mengumpulkan nafas yang cukup
Yang menarik disini, pengelola banyak membangun pos atau gardu pandang yang viewnya bagus dan bisa digunakan untuk istirahat.

Lagi-lagi balada solo traveller, istirahat sendiri, buka bekal sendiri, senyum sendiri, pasang tripod sendiri, foto sendiri...tak apa-apa, alhamdulillah kali ini bawa air banyak karena ternyata belum sampe puncak 2 botol tanggung sudah habis ku minum selama perjalanan dan naik kesini. Tinggal 1 botol besar, jika mau minum repot kan. 


Jadi botol tanggung saya isi dengan air dari botol besar lalu diselipkan di samping ransel, untuk mengambilnya mudah sehingga kapanpun butuh minum ya minum aja jangan sampai dehidrasi hanya gara-gara masalah teknis yang bisa di siasati sebenarnya.

Satu lagi tips untuk solo traveller, banyak lokasi menarik disini yang akan menggoda kita untuk berfoto. Jika ada yang bernasib sama dengan saya, naik sendirian maka jangan lupa bawa tripod, mini tripod, atau gorilla pod. Sayang lokasi istimewa tapi kita lewatkan untuk berfoto hanya gara-gara gak ada yang memfotokan. 

Hampir sampai puncak, ada beberapa camping ground yang nyaman. Saya katakan nyaman karena berada di tanah yang datar namun terhalangi oleh batuan besar jadi jika ada angin besar masih bisa tertahan oleh batuan dan tidak serta merta menerbangkan tenda, mau masak juga lebih terlindungi dari angin. Saya pikir tempat ini untuk camping okelah, hanya air bawa saja dari bawah.

camping ground
Tiba di atas, subhanalloh...Inilah yang selalu jadi faforitku, ketinggian. Setelah Puncak Lawu, Bukit Joglo / landasan paralayang Wonogiri, landasan paralayang Kemuning, sekarang puncak Gunung Api Purba Wonosari. Alhamdulillah..

Saya memang datang sendirian, naik sendirian, tapi di puncak ketemu orang ya kenalan. Kenalan dan foto bareng dengan kawan-kawan dari Swalayan Superindo Jogja. Saya datang sendirian, naiknya sendirian, di puncak dapet kenalan, turunnya barengan.haha..bukan dengan seseorang, tapi serombongan..



Pulangnya turun dengan cepat, hanya sedikit tersendat saat harus melewati lorong lagi. 

Astaghfirullah, melewati lorong sempit ini mengingatkan tentang kisah Ashabul Kahfi, juga tentang 3 orang yang berwasilah dengan amalannya agar dibukakan pintu gua. Jika saat melewati lorong ini tiba-tiba ada gempa atau tanah bergeser dan tebing menutup, maka semua tewas penyet. 


Tapi alhamdulillah perjalanan lancar, namun melewati tempat seperti ini mengingatkan kita akan kebesaran Allah SWT, mengingatkan kita tentang sesungguhnya kematian itu amatlah dekat dengan kita. 


Siapa yang bisa menjamin kita masih bisa keluar dari lorong ini setelah masuk ke dalamnya? atau batu besar yang nyangkut di awal perjalanan tadi, jika tiba-tiba ketika kita lewat di bawahnya pas batunya turun?...Astaghfirullah, sesungguhnya dengan melihat tanda-tanda kebesaran Allah di alam ini kita bukannya menjadi bangga atau sombong, tapi bersyukur bahwa kita diberikan kesempatan melihat ciptaan-Nya yang luar biasa dan masih diberikan kesempatan hidup setelah melewati tempat-tempat yang bisa dikatakan cukup mengerikan.

Penutup,
Jelajah, touring, travelling, hiking, dan dilakukan sendirian mengajarkan banyak hal. Apapun yang terjadi, saya bertanggung jawab atas diri saya sendiri, perlengkapan, perbekalan, jika ada troubel di jalan, hingga jika ada kejadian yang tidak diinginkan maka saya sendirian. Karena sendirian saya akan persiapkan segalanya sebaik mungkin, saya akan selalu berhati-hati dalam bertindak, berucap dan berperilaku. Saya tidak akan meremehkan sesuatu sekalipun hal-hal kecil. 

Sampai ketemu di lokasi yang lain lagi...
Taufik

dapet kenalan dari Superindo Jogja