Rabu, 27 Oktober 2010
KETERSEDIAAN AIR MULAI BERKURANG*)
Air merupaka zat atau materi yang penting bagi semua bentuk kehidupan di bumi. Saat ini, kondisi air di bumi semakin lama semakin menipis akibat penggunaan lahan secara permanen oleh manusia yang kian hari jumlahnya kian bertambah. Secara makro ketersediaan air di Indonesia sangat berlimpah, tetapi keberlimpahan tersebut keberadaannya tidak merata secara ruang dan waktu. Secara ruang karena bentang Indonesia yang sangat luas, secara waktu karena adanya musim yang berbeda setiap tahunnya.
Pulau Jawa mempunyai ketersediaan air yang paling kecil dibandingkan dengan pulau-pulau lainnya yaitu hanya 1.600 m3/kapita/tahun, hal ini disebabkan perbandingan terbalik antara banyaknya manusia yang menggantungkan hidupnya yaitu 65% dari seluruh jumlah penduduk Indonesia dengan luasnya yang hanya mencapai 7% dari daratan Indonesia dan hanya memiliki 4,5% dari seluruh potensi air tawar Indonesia.
Skala lebih kecilnya yaitu Propinsi Jawa Barat yang memiliki luas 2% dari daratan Indonesia, dengan 2% dari seluruh potensi air tawar Indonesia dimana jumlah masyarakat yang bergantung hidupnya sebanyak 20% dari seluruh penduduk Indonesia. Pada musim penghujan potensi air Jawa Barat mencapai 80 milyar m3/tahun dengan kondisi air berlebihan akibat kawasan lindung yang telah kritis tidak mampu mengendalikan air, yang kemudian menyebabkan terjadilah bencana banjir dan longsor. Ketika musim kemarau, potensi air Jawa Barat hanya 8 milyar m3/tahun, kualitasnyapun sangat buruk karena adanya pencemaran. Alhasil pada musim hujan selalu terjadi bencana banjir dan longsor, sedangkan musim kemarau selalu terjadi kekeringan.
Lebih khusus lagi, masyarakat sekitar kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) yang semakin lama semakin merasakan berkurangnya debit air dari dalam kawasan yang selama ini dimanfaatkan tanpa kontribusi langsung ke dalam kawasan TNGC. Hal ini ditunjukkan dengan adanya permohonan dari masyarakat untuk menambah pipa dari mata air di dalam kawasan TNGC dimana pemohon merupakan masyarakat desa yang berbatasan langsung dengan kawasan dan berada di daerah hulu. Apalagi untuk desa yang berada di bagian hilir, kondisi airnya lebih memprihatinkan dibandingkan dengan desa di bagian hulu.
Kondisi ini diakibatkan semakin luasnya lahan kritis di dalam kawasan TNGC yang berperan sebagai kawasan lindung akibat penggunaan kawasan yang tidak sesuai dengan fungsinya. Apabila kondisi ini terus dipertahankan, 5 atau 10 tahun lagi bukan Kab Cirebon yang bergantung kepada Kab Kuningan namun Kab Kuningan yang akan bergantung kepada Kab Cirebon untuk dimanfaatkan air lautnya karena habisnya ketersediaan air dari dalam kawasan TNGC. Dengan adanya fakta ini, diharapkan masyarakat yang masih melakukan aktifitas pemanfaatan lahan di dalam kawasan mulai menyadari bahwa tindakan yang dilakukan tersebut sangat merugikan banyak orang dan kami akan terus mendampingi dan memfasilitasi masyarakat sekitar kawasan TNGC yang memang benar-benar sangat membutuhkan.
*)Nisa Syachera F, S. Hut
Penyuluh Kehutanan
Langganan:
Postingan (Atom)