Senin, 31 Mei 2010
Pemberdayaan Masyarakat sekitar kawasan TNGC Dengan Pelatihan Kerajinan Bambu dan Sapu Ijuk *)
Esensi pemberdayaan ekonomi masyarakat di dalam dan di sekitar hutan adalah untuk meningkatkan kualitas kehidupan dan memberikan manfaat Hutan secara optimal bagi masyarakat. Dalam hal ini untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam optimalisasi perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan sumber daya alam di kawasan TNGC dengan meningkatkan kemampuan potensi masyarakat sekitar kawasan TNGC melalui Kegiatan pelatihan kerajinan anyaman bambu dan kerajinan sapu injuk.
Salah satu program prioritas Balai TNGC adalah Penertiban dan pembinaan penggarap di dalam kawasan TNGC, melakukan upaya Rehabilitasi Hutan dan Lahan serta pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan TNGC. Untuk terwujudnya program tersebut Balai TNGC berupaya untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan masyarakat salah satunya adalah bekerjasama dengan Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat dan Dinas Kehutanan Peternakan Kab Majalengka melaksanakan Kegiatan pelatihan kerajinan anyaman bambu untuk masyarakat Desa Cikaracak Resort Argalingga SPTN Wilayah II Majalengka sebanyak 20 orang peserta dan Desa Sunia Resort Sangiang SPTN Wilayah II Majalengka sebanyak 20 orang melalui kegiatan pelatihan kerajinan sapu injuk yang dilaksanakan selama 2 (dua) hari di Hotel Putra Jaya Majalengka. Dalam pelaksanaan kegiatan pelatihan anyaman bambu peserta mendapatkan materi dan praktek yang disampaikan oleh pengrajin anyaman bambu dari Rajapolah Kabupaten Tasikmalaya, sedangkan untuk materi pelatihan kerajinan sapu injuk materi dan praktek disampaikan oleh pengrajin sapu injuk dari Kawalu Tasikmalaya.
Dengan didukunganya bahan baku bambu di luar kawasan TNGC yang melimpah masyarakat Desa Cikaracak Kecamatan Argapura Resort PTNGC Wilayah Argalingga SPTN Wilayah II Majalengka mengharapkan ada optimalisasi pemanfaatan bambu di lahan milik masyarakat sehingga bisa dijadikan usaha masyarakat Desa Cikaracak untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat yang mayoritas mengatungkan hidupnya dari hasil kegiatan pemanfaatan lahan untuk pertanian di dalam kawasan TNGC. Dengan keinginan kuat dari masyarakat diharapkan masyarakat Desa Cikaracak umumnya masyarakat sekitar kawasan TNGC bisa dengan sadar dan sukarela meninggalkan kegiatan pemanfataan lahan untuk pertaninan perkebunan di dalam kawsan TNGC karena tidak sesuai dengan kaidah - kaidah konservasi. Begitu juga dengan masyarakat Desa Sunia Kecamatan Banjaran Resort PTNGC Wilayah Sangiang SPTN wilayah II Majalengka dari hasil kegiatan pelatihan pembuatan sapu injuk diharapkan bisa mengallihkan kegiatan yang selama ini masih bergantung hidupnya kepada lahan di dalam kawasan TNGC ke keterampilan pembuatan sapu injuk. Khususnya di Desa Sunia dengan bahan baku yang mendukung dan ditunjang dengan keterampilan diharapkan kedepan wilayah tersebut bisa dijadikan sentral pembuatan sapu injuk yang bisa meningkatkan perekonomian masyarakat setempat. Mari kita berdayakan masyarakat sekitar Hutan.... Mari selamatkan hutan gunung ciremai dari kerusakan untuk anak cucuk kita dikemudian hari............?????
Oleh :Agus Yudantara
Polisi Kehutanan Balai TNGC
Senin, 24 Mei 2010
Penanganan Perambahan Melalui Pengelolaan Obyek Wisata Alam *)
Saat ini, Balai Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) sedang mengupayakan penanganan perambahan di dalam kawasan berupa penggarapan lahan untuk pertanian dan perkebunan. Isu strategis ini gencar disampaikan kepada instansi/pihak terkait dalam rangka permohonan dukungan dan bantuan penanganan perambahan. Salah satu penyelesaian penanganan perambahan adalah dengan adanya kegiatan peralihan dari petani penggarap yang sudah menjadi mata pencahariaan utama bagi sebagian besar masyarakat sekitar kawasan. Jumlah masyarakat yang menggarap di dalam kawasan TNGC mencapai ±3.000 orang, dengan jumlah yang begitu besar sehingga Balai TNGC tidak dapat mengakomodir keinginan/kebutuhan namun lebih memprioritaskan kepada masyarakat penggarap yang benar-benar tidak memiliki lahan milik dan masuk dalam kategori miskin.
Potensi yang dimiliki kawasan TNGC dan memungkinkan untuk melibatkan pihak lain, diantaranya masyarakat adalah pemanfaatan jasa lingkungan dan wisata alam. Wisata alam di kawasan konservasi mengacu pada kegiatan ekowisata yang merupakan suatu model pengembangan wisata alam yang bertanggung jawab di daerah yang masih alami atau daerah-daerah yang dikelola secara alami dimana tujuannya selain untuk menikmati keindahan alam juga melibatkan unsur pendidikan dan dukungan terhadap usaha konservasi serta peningkatan pendapatan masyarakat setempat
Jumlah obyek wisata alam di kawasan TNGC sebanyak 19 (Sembilan belas) lokasi, yang tersebar di wilayah Kab Kuningan sebanyak 15 (lima belas) lokasi obyek wisata alam dan 4 (empat) lokasi di wilayah Kab Majalengka dimana 11 (sebelas) lokasi diantaranya dikelola oleh masyarakat sekitar kawasan dan selebihnya dikelola oleh pemerintah daerah. Agar memberikan pengaruh terhadap peningkatan pendapatan masyarakat, maka perlu adanya optimalisasi pengelolaan obyek wisata alam sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Adanya optimalisasi pengelolaan obyek wisata alam bertujuan untuk memberikan kenyamanan kepada pengunjung untuk menikmati pesona alam dan memberikan wawasan lingkungan terutama dalam mendukung pelestarian kawasan TNGC. Keunggulan obyek wisata alam di kawasan TNGC adalah keterlimpahan air yang menjadi kebutuhan utama bagi pengunjung.
Obyek wisata alam yang memiliki daya ketertarikan berupa air yaitu di wilayah Kab Kuningan meliputi Talaga Remis, Situ Cicereum, Sumur Cikajayaan, Buper Singkup dan sumber air Paniis, Buper Balong Dalem, Pemandian alam Cibulan, Buper Palutungan dan Curug Putri, Pemandian Cigugur, dan Lembah Cilengkrang, sedangkan di wilayah Kab Majalengka meliputi Situ Sangiang dan Curug Sawer. Diharapkan dengan pengelolaan obyek wisata alam ini, masyarakat dapat menjadikan peluang usaha sebagai alternatif mata pencahariaan yang lain.
*) Jojo Ontarjo
Polisi Kehutanan Balai TNGC
Rabu, 12 Mei 2010
Jalur Pendakian Gunung Slamet Via Bambangan Ditutup Sementara
Sabtu (8 Mei 2010) kemarin saya mengunjungi basecamp pendakian gunung slamet di Bambangan. Rencananya adalah untuk melakukan pendakian gunung slamet. Sayangnya, setelah menempuh perjalanan jauh dari jakarta, harapan saya untuk bisa melakukan pendakian mesti saya kubur dalam - dalam. Mas Sugeng, petugas basecamp di bambangan mengatakan bahwa jalur pendakian ke gunung slamet ditutup untuk sementara sampai waktu yang belum di tentukan.
Alasan ditutupnya gunung slamet untuk pendakian adalah karena statusnya yang sedang waspada. Penutupan tersebut menurut mas sugeng atas instruksi langsung dari badan vulkanologi setempat. Biasanya, dengan alasan tertentu, dia bisa saja membuat kebijaksanaan sendiri untuk mengizinkan pendaki yang telah datang jauh - jauh untuk bisa melakukan pendakian. tapi, menurut beliau pula, untuk saat ini, dia tidak bisa memberi izin tersebut, dikarenakan kondisi gunung slamet yang memang sedang berbahaya untuk didaki.
Jadi untuk rekan - rekan yang ingin melakukan pendakian ke gunung slamet, sebaiknya anda menghubungi basecamp terlebih dahulu sebelum berangkat. Daripada nanti harus kecewa setelah datang jauh - jauh dari lokasi anda. anda bisa menghubungi basecamp bambangan di nomor : 0857 26000 335 dengan mas Sugeng Riyadi atau HT : 14,278 MHz. Alternatif Nomor lain yang bisa dihubungi :
SLAMET : 085727444495 - 081391329999
MULYANTO : 081542764742
Untuk Jalur - Jalur Pendakian Gunung slamet lainnya, masih dalam proses konfirmasi, tapi menurut saya, mengingat kondisi gunung slamet yang sedang dalam status waspada, tidaklah memungkinkan untuk melakukan pendakian ke gunung slamet dari jalur manapun.
Alasan ditutupnya gunung slamet untuk pendakian adalah karena statusnya yang sedang waspada. Penutupan tersebut menurut mas sugeng atas instruksi langsung dari badan vulkanologi setempat. Biasanya, dengan alasan tertentu, dia bisa saja membuat kebijaksanaan sendiri untuk mengizinkan pendaki yang telah datang jauh - jauh untuk bisa melakukan pendakian. tapi, menurut beliau pula, untuk saat ini, dia tidak bisa memberi izin tersebut, dikarenakan kondisi gunung slamet yang memang sedang berbahaya untuk didaki.
Jadi untuk rekan - rekan yang ingin melakukan pendakian ke gunung slamet, sebaiknya anda menghubungi basecamp terlebih dahulu sebelum berangkat. Daripada nanti harus kecewa setelah datang jauh - jauh dari lokasi anda. anda bisa menghubungi basecamp bambangan di nomor : 0857 26000 335 dengan mas Sugeng Riyadi atau HT : 14,278 MHz. Alternatif Nomor lain yang bisa dihubungi :
SLAMET : 085727444495 - 081391329999
MULYANTO : 081542764742
Untuk Jalur - Jalur Pendakian Gunung slamet lainnya, masih dalam proses konfirmasi, tapi menurut saya, mengingat kondisi gunung slamet yang sedang dalam status waspada, tidaklah memungkinkan untuk melakukan pendakian ke gunung slamet dari jalur manapun.
MASYARAKAT SEKITAR TURUT SERTA MENJAGA TNGC *)
Setiap resort di setiap Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah ditempatkan personil Polisi Kehutanan yang akan menjadi ujung tombak pelaksanan tugas perlindungan dan pengamanan hutan, namun saat ini kegiatan tersebut dirasakan masih cukup berat apabila cuma diemban oleh Polisi Kehutanan dikarenakan rasio jumlah petugas dengan luasan yang diamankan tidak sebanding, disamping strategi pengamanan represif diperlukan juga strategi pendekatan partisipasif dengan melibatkan masyarakat sekitar kawasan hutan untuk melindungi dan mengamankan kawasan hutan TNGC.
Peran serta masyarakat dalam kegiatan melestarikan kawasan hutan (TNGC) diperoleh apabila masyarakat di sekitar itu memiliki kepedulian yang tinggi, kemampuan pengetahuan dan keterampilan dalam setiap kegiatan pelestarian kawasan hutan TNGC, untuk membentuk kualitas sumber daya manusia tersebut dapat dilakukan melalui proses pendidikan, baik pendidikan formal, non formal maupun informal, salah satu bentuk pendidikan melauli perekrutan masyarakat sekitar kawasan dalam suatu organisasi di bawah pembinaan Balai Taman Nasional Gunung Ciremai dalam bentuk Pengamanan Hutan Swakarsa. Yang selanjutnya dilakukan penyegaran terhadap Pam Hutan Swakarsa yang telah tebentuk, Dengan pola pembinaan yang jelas dan pola rekrutmen yang senantiasa memperhatikan integritas dan moral anggota Pam Swakarsa diharapkan akan dapat terbentuk Pam Hutan Swakarsa yang benar-benar memahami tugasnya dan memiliki jiwa yang konservasionis,
Pelaksanaan kegiatan Penyegaran Pam Hutan Swakarsa yang telah dilakukan bertempat di Desa Sagarahiang Kecamatan Darma Kabupaten Kuningan dengan melibatkan 20 (dua puluh) anggota Pam Hutan Swakarsa yang mewakili 7 Kecamatan dan 14 Desa sekitar kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai, dalam kegiatan tersebut dihadiri juga oleh unsur pemerintah daerah setempat, diantaranya Staf Kecamatan Darma, Anggota Koramil Kadugede dan Anggota Polsek Darma yang pada kesempatan tersebut menyampaikan materi mengenai “ Peraturan Perundangan Bidang Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDAHE)”, dan materi “ Teknik patroli bersama / Pengamanan Hutan Partisipasif dalam kawasan TNGC” disampaikan oleh kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I Kuningan, dengan dilakukannya penyegaran Pengamanan Hutan Swakarsa BTNGC dengan harapan dapat Meningkatkan kesadaran masayarakat sekitar kawasan hutan untuk turut menjaga keutuhan kawasan hutan TNGC, Menyebarluaskan / menularkan prinsip-prinsip konservasi dari anggota Pam Hut Swakarsa kepada masyarakat sekitar kawasan hutan, Dan Mensosialisasikan Pam Hutan Swakarsa Balai Taman Nasional Gunung Ciremai.
Oleh : Cepi Arifiana
(Polisi Kehutanan Pelaksana Lanjutan BTNGC).
Minggu, 02 Mei 2010
TERBENTUKNYA FORUM KEMITRAAN PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG GUNUNG CIREMAI*)
Hutan di Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) telah memberikan peranan sebagai daerah tangkapan air (water catchment area) dan hingga saat ini penggunaan airnya telah terasa di daerah ciayumajakuning hingga masyarakat yang berada di Kab Brebes, perbatasan Jawa Barat dan Jawa Tengah. Namun hingga saat ini, pengelolaan pengguna jasa air tersebut masih belum terkelola dengan baik sehingga para pihak-pihak yang peduli ciremai (stakeholder) merasa perlu adanya sebuah lembaga independen yang mengatur dan mengelola penggunaan air yang berasal dari kawasan TNGC terutama untuk pemberdayaan masyarakat dan rehabilitasi kawasan TNGC yang masih banyak memiliki lahan kritis. Ide pembentukkan ini muncul ketika Workshop Pemanfaatan Jasa Lingkungan dan Wisata Alam pada tanggal 6 Juli 2009 yang difasilitasi oleh Balai TNGC serta Workshop Pembentukkan Kelembagaan Pemanfaatan Jasa Lingkungan ( Intrinsik ) di Wilayah Ciayumajakuning pada tanggal 22 juli 2009 yang difasilitasi oleh Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Barat. Akhirnya, pada saat workshop Forum Fasilitasi Kelembagaan Masyarakat Pengguna dan Penyedia Pemanfaatan Jasa Lingkungan di TN Gunung Ciremai pada tanggal 25 Maret 2010 yang difasilitasi kembali oleh Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Barat terbentuklah Forum Kemitraan Kawasan Lindung Gunung Ciremai (FKKLGC).
Pada saat workshop pertama dilaksanakan di Hotel Tirta Sanita dihadiri oleh Bupati Kuningan, Bupati Majalengka dan Kepala Badan Koordinasi Pemerintahan dan Pembangunan Wil III Jawa Barat yang dalam sambutannya menyampaikan bahwa kawasan TNGC merupakan asset dan kebanggaan masyarakat Jawa Barat yang perlu dilestarikan dan dimanfaatkan secara bijaksana dengan salah satu keunggulannya sebagai gunung tertinggi di Jawa Barat. Tujuan diadakannya workshop tersebut adalah membangun kesepahaman diantara berbagai pihak mengenai pengelolaan jasa lingkungan dan wisata alam di kawasan TNGC dan sistem hulu hilir. Sistem hulu hilir adalah mekanisme yang dapat menghubungkan para pemanfaat di daerah hilir dengan pengguna lahan di daerah hulu, adalah salah satunya melalui mekanisme imbalan yang tepat. Hal ini mungkin merupakan strategi kunci yang diperlukan untuk menangani kemiskinan pedesaan di daerah hulu sekaligus sebagai cara yang hemat biaya dalam meningkatkan pembangunan daerah hulu dan melestarikan nilai ekosistem hulu DAS.
Dalam workshop tersebut diperoleh suatu rumusan hasil workshop yang menyatakan bahwa agar pengelolaan jasa lingkungan air berjalan dengan baik maka perlu dibentuk wadah komunikasi antara para pengguna jasa lingkungan air dan wisata alam di Gunung Ciremai. Walaupun begitu perlu adanya konsep yang jelas tentang forum pengguna jasa lingkungan air dan wisata alam di wilayah Ciayumajakuning dengan melibatkan perwakilan stakeholders di Ciayumajakuning. Selain itu diharapkan forum ini tidak hanya memikirkan jasa lingkungan dan wisata alam saja tetapi juga harus menjadi mitra yang positif dalam membantu permasalahan yang ada di gunung ciremai seperti kebakaran hutan, rehabilitasi kawasan, pemberdayaan masyarakat sekitar hutan dan penanggulangan bencana.
Pada workshop kedua dan ketiga, tim yang telah dibentuk pada workshop pertama kembali berkumpul membahas keberlanjutan kesimpulan hasil workshop pertama. Tujuan workshop ini adalah membentuk kelembagaan masyarakat pengguna dan penyedia pemanfaatan jasa lingkungan. Ini merupakan tahapan selanjutnya setelah terbangunnya kesepahaman diantara berbagai pihak. Dengan demikian, terbentuklah forum kemitraan pengelolaan kawasan lindung Gunung Ciremai pada tanggal 20 April 2010 yang merupakan keterlanjutan pembahasan pada workshop kedua. Pada rapat tersebut diputuskan ketua badan pelaksana forum tersebut adalah Bapak Sanusi Wijaya. Diharapkan melalui kelembagaan ini, pengelolaan kawasan lindung Gunung Ciremai yang termasuk didalamnya adalah kawasan TNGC, lahan milik dan hutan rakyat dapat berjalan berdasarkan peran dan tanggung-jawab masing-masing pihak termasuk kontribusi untuk pendanaan konservasi lahan kritis, perawatan bangunan air, irigasi, dan lain-lain sehingga akan terbangun kesinergisan antara fungsi ekologi, ekonomi dan sosial.
*)Ichwan Muslih, S. Si, M. Si
PEH Muda BTNGC
Pada saat workshop pertama dilaksanakan di Hotel Tirta Sanita dihadiri oleh Bupati Kuningan, Bupati Majalengka dan Kepala Badan Koordinasi Pemerintahan dan Pembangunan Wil III Jawa Barat yang dalam sambutannya menyampaikan bahwa kawasan TNGC merupakan asset dan kebanggaan masyarakat Jawa Barat yang perlu dilestarikan dan dimanfaatkan secara bijaksana dengan salah satu keunggulannya sebagai gunung tertinggi di Jawa Barat. Tujuan diadakannya workshop tersebut adalah membangun kesepahaman diantara berbagai pihak mengenai pengelolaan jasa lingkungan dan wisata alam di kawasan TNGC dan sistem hulu hilir. Sistem hulu hilir adalah mekanisme yang dapat menghubungkan para pemanfaat di daerah hilir dengan pengguna lahan di daerah hulu, adalah salah satunya melalui mekanisme imbalan yang tepat. Hal ini mungkin merupakan strategi kunci yang diperlukan untuk menangani kemiskinan pedesaan di daerah hulu sekaligus sebagai cara yang hemat biaya dalam meningkatkan pembangunan daerah hulu dan melestarikan nilai ekosistem hulu DAS.
Dalam workshop tersebut diperoleh suatu rumusan hasil workshop yang menyatakan bahwa agar pengelolaan jasa lingkungan air berjalan dengan baik maka perlu dibentuk wadah komunikasi antara para pengguna jasa lingkungan air dan wisata alam di Gunung Ciremai. Walaupun begitu perlu adanya konsep yang jelas tentang forum pengguna jasa lingkungan air dan wisata alam di wilayah Ciayumajakuning dengan melibatkan perwakilan stakeholders di Ciayumajakuning. Selain itu diharapkan forum ini tidak hanya memikirkan jasa lingkungan dan wisata alam saja tetapi juga harus menjadi mitra yang positif dalam membantu permasalahan yang ada di gunung ciremai seperti kebakaran hutan, rehabilitasi kawasan, pemberdayaan masyarakat sekitar hutan dan penanggulangan bencana.
Pada workshop kedua dan ketiga, tim yang telah dibentuk pada workshop pertama kembali berkumpul membahas keberlanjutan kesimpulan hasil workshop pertama. Tujuan workshop ini adalah membentuk kelembagaan masyarakat pengguna dan penyedia pemanfaatan jasa lingkungan. Ini merupakan tahapan selanjutnya setelah terbangunnya kesepahaman diantara berbagai pihak. Dengan demikian, terbentuklah forum kemitraan pengelolaan kawasan lindung Gunung Ciremai pada tanggal 20 April 2010 yang merupakan keterlanjutan pembahasan pada workshop kedua. Pada rapat tersebut diputuskan ketua badan pelaksana forum tersebut adalah Bapak Sanusi Wijaya. Diharapkan melalui kelembagaan ini, pengelolaan kawasan lindung Gunung Ciremai yang termasuk didalamnya adalah kawasan TNGC, lahan milik dan hutan rakyat dapat berjalan berdasarkan peran dan tanggung-jawab masing-masing pihak termasuk kontribusi untuk pendanaan konservasi lahan kritis, perawatan bangunan air, irigasi, dan lain-lain sehingga akan terbangun kesinergisan antara fungsi ekologi, ekonomi dan sosial.
*)Ichwan Muslih, S. Si, M. Si
PEH Muda BTNGC
Langganan:
Postingan (Atom)